Kepada angin,
tulis ia di sudut kiri atas suratnya.
Dijadikannya jemari sebagai pena, ujung kuku sebagai ujungnya dan air liurnya sendiri sebagai tinta.
Betapa aku iri padamu,
lanjutnya.
Ia jadikan suratnya kepada angin sebagai puisi pendek.
Ia tak tahu tentang kenapa dan mengapa ia harus ada disini.
Bukankah sudah ada telapak kakinya yang menuntunnya, namun angin semalam menerbangkannya kesini. Dan ia rindu untuk terbang lagi.
Karena itu, ditulisnya entah surat entah puisi untuk angin pagi ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar