Mungkin Tuan sudah lama tidak berjalan-jalan sendiri dibimbing Bayangan Tuan sendiri.
Tuan bisa menyaksikan betapa orang sudah kebal dengan doa sedang derita tak pernah berkurang. Mungkin derita ibarat virus dan doa ibarat vaksin. Mungkin derita sudah kebal dan doa tak mampu lagi menawar apa pun.
Mungkin saat Tuan berjalan sendiri di negara asing, tak pernah sedikit pun orang-orang serupa ini hinggap di pikiran tuan. Tapi bukankah Tuan dan mereka masih sama-sama manusia?
Bukankah diam-diam dalam hati Tuan bangga menjadi Indonesia. Dan Indonesia lah yang dicintai mereka diam-diam. Jika kalian saling cinta diam-diam, tidak perlu alasan lain lagi kan untuk menjadi saudara?
Kalau nanti suatu saat Tuan rindu dengan segala sesuatu, sebagian dari mereka rindu setengah mati tidur di tempat tidur sendiri. Mungkim bisa makan tiga kali sehari, syukur-syukur anak-anak kalian bisa menemani.
Tapi kami bukan Tuan. Mereka bukan Tuan. Dan sayangnya Tuan enggan dengan kami.
Kami titipkan mimpi kami pada tuan-tuan yang berdasi. Kami tak mampu lagi bahkan sehendak mengusap daki. Mimpi kami hancur lebur setiap malam. Dan rindu yang kami rindukan semakin habis dihisap cacing dalam perut kami.
Tuan yang baik, jalanan selalu memiliki cerita sedih. Pun begitu, cerita baik tak henti-hentinya tiba. Jadi janganlah menjadi iba.
Maaf hamba hanya berpuisi. Hamba pun bukan kami, tapi mereka menjadikan hamba sebagian dari mereka. Siapa lagi yang mampu menulis semacam ini?
Cukuplah selesai dengan doa-doa. Biarkan doa menjadi milik yang teraniaya. Dan kaum mana lagi yang lebih teraniaya dari kami?
Sempatkanlah dalam pikiran tuan tentang kami. Teteskan beberapa rindu tapi cukup sampai disitu.
Lalu jika enggan, izinkan kami diam-diam membangun rindu dan tak perlu kemana-mana lagi.
|
Selasa, 29 April 2014
Menjadi Indonesia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar