Maka tepat saat berada di perenaman yang akan membawamu ke Sambera, kamu baru benar-benar sadar bahwa sesungguhnya kamu tak pernah tahu berada dimana sesungguhnya.
Yang kamu lihat hanya pepohonan di sekeliling, angin yang tak berubah, dan aroma kelelawar yang begitu. Selalu begitu.
Diharapkannya olehmu bahwa kamu akan ditempatkan pada tempat yang baru. Harapan yang tak perlu karena memang kamu akan berada di tempat baru beberapa jam kemudian.
Jadi kamu nikmati saja duduk di udara, telapak kaki menyentuh lumpur dan besi, serta atap-atap berminyak yang menggores rambutmu.
Tak ada yang duduk di kananmu. Kamu sendiri. Benar, kamu sendiri. Maka dinikmatinya aroma dupa dan debu yang terbakar di udara.
Hai...
BalasHapusSaya perhatikan kamu suka memfilosofikan dupa, saya samasekali tidak terpikir untuk memakai itu. Keren. Dan deskripsi tulisan kamu sederhana, indah, Dan tidak biasa. Semangat terus ya menulisnya, jangan berhenti menulis :-)
hehe perumpamaan bisa apa saja dan kebetulan yang teringat hanya dupa hehe.
BalasHapusTerima kasih. Benar, terima kasih. Menyenangkan rasanya ada orang lain selain saya yang membaca puisi-puisi milik saya :)