Selasa, 28 Februari 2017

Televisi

Selamat malam televisi, ujarmu menyapa. Ia selalu ada didalamnya sampai beberapa detik yang lalu. Lantas tertidur dengan remot masih tergenggam jemari
.
Pagi-pagi benar ia terbangun dan menyadari televisinya menyala semalaman. Ia menggerutu ringan mengingat tagihan listrik yang akan melunjak jika kebiasaan buruknya itu tak dihentikan. Sedetik kemudian ia tak peduli. Beberapa puluh ribu adalah receh baginya.

Ia sadar bahwa dibalik tivi adalah dirinya. Lalu mengasumsikan bahwa semuanya jadi nyata. Semuanya memang nyata, gumamnya. Cintanya adalah arus listrik dengan ribuan getaran yang di terbangkan antena.
Masih kecil ia ketika televisi mengajarkannya cara mengeja.

Dan kini ia menatap satu lawan satu dengan televisi. Ia kalah, tentu saja. Tapi tetap saja televisi membutuhkannya untuk membayar listrik, kan?

(Okt-11)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar