Jumat, 22 Mei 2015

Di persimpangan sore nanti

Aku tak bisa mengatakannya sekarang jadi kuharap kamu akan menunggu ku di persimpangan jalan sore nanti,
ujarmu.

Aku diam di meja makan. Aku melihat sekeliling, masih pukul dua belas siang orang-orang sedang makan siang. Aku tahan keinginanku untuk mengunyah roti yang sedari tadi kubayangkan sudah lumat di perut.

Persimpangan jalan, meja kantin, apa bedanya? Katakan saja disini,
jawabku.

Kamu menggeleng.

Persimpangan memberimu jalan pulang. Lalu karenanya akan memberiku harapan. Dan selanjutnya memberi arti pada hidup kita.
Kamu menjelaskan perbadaan antara Persimpangan jalan dan yang bukan persimpangan jalan. Aku tak mengerti

Aku mengangkat bahu lalu tertawa. Roti kumakan juga akhirnya.

Persimpangan jalan tak pernah kemana-mana, Sayang.
Ujarku sambil mengunyah roti.

Tapi aku serupa Peta cintaku. Dan kamu persimpanganku.
Ujarmu setelah mendengarkanku.

Aku tak pernah mengerti bahasamu, Sayang.
Ujarku.

Dan aku tak pernah tahu kenapa aku mencintaimu, Kekasihku.
Ujarmu.

Tapi kamu tahu kan aku mencintaimu?
Ujarku

Selalu. Jadi kutunggu kamu di persimpangan sore nanti.
Ujarmu sebelum pergi.

Aku kembali duduk sendiri. Susu sudah kuteguk untuk membilas roti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar