Selasa, 30 Desember 2014

Disapu angin

Surat yang baik tidak harus memiliki isi, ia hanya harus memiliki perangko.
Dan Cinta yang baik tidak harus memiliki semuanya, ia hanya harus memiliki         saja.

Kalau-kalau puisimu hilang disapu angin, aku masih akan pulang menjemputmu.

Dialog Monolog

(Karena aku sedang merasa romantis makanya aku tulis puisi malam ini)

Jadi setelah malam hampir habis aku pergi sendiri.
Malam masih indah sedang fajar hampir tiba. Lalu di antara Jalan Dempo 2 dan Dempo 5 kamu berdiri di bawah lampu jalan.

"Ah, kamu. Kebetulan aku sedang berjalan-jalan dekat sini."
Aku mengangguk.

Omong kosong, mana ada orang berjalan-jalan di tengah malam buta dan kebetulan saja bertemu. Ia pasti menungguku keluar.

"Kamu pasti berpikir aku berbohong. Mungkin."
Ia berkata seperti membaca pikiranku.

Aku kemudian berjalan saja, jaket kukancingkan lebih rapat. Udara masih terlalu dingin. Kamu tanpa diminta mengikuti, aku diam saja.

"Bagaimana kabar istrimu sekarang?"
Aku mengangkat bahu.
Kamu mengangguk-angguk seakan mengerti.

"Ah, ya ya."
Ujarmu singkat.

Aku hampir mengeluarkan dan membakar rokok sampai ingat bahwa kamu tak pernah suka asap rokok. Aku menarik nafas panjang lalu kukeluarkan perlahan-lahan.

Kamu masih saja berjalan disampingku. Aku tidak peduli. Tapi mungkin kamu lebih tidak peduli kepada ketidakpedulianku. Beberapa kali kamu tertinggal langkah, beberapa kali pula aku diam menunggu.

"Mungkin aku harus pergi "

Entah kalimat berita, entah kalimat tanya. Aku berhenti berjalan. Kamu juga berhenti. Aku menatap matamu dan kulihat mataku di matamu. Aku melihat wajahmu dan kutemukan wajahku disana.

Aku menutup mata cukup lama.

Senin, 22 Desember 2014

Puisi tentang Rindu

Aku tak pernah yakin apakah rindu pernah berhasil dipuisikan dengan baik.
Jadi kalau-kalau puisi ini tidak mampu menggambarkan rinduku dengan jujur, ada baiknya aku tuliskan satu kalimat di akhir puisi ini:

"Aku merindukanmu."

Rabu, 17 Desember 2014

Surat

Surat yang kamu kirimkan kemarin sudah kuterima hari ini.
Kupikir-pikir lagi baru esok akan kuterima surat yang kamu kirim hari ini

Kamis, 04 Desember 2014

Yang diam-diam menari

Dan semalam iya akhirnya pergi juga.
(Baik, karena kalau tidak begitu puisi ini juga tidak akan pernah mulai.)

"Aldo, mohon maaf aku terlalu lama tinggal. Tapi aku harus pergi sekarang. " ujarnya saat pamit kepadaku.
Aku mengangguk kemudian meminta maaf tak bisa menjamunya dengan baik.

Aku mengantarnya sampai depan pintu gerbang dan ia pamit sekali lagi. Aku hanya tersenyum ketika setiap langkah yang ia ambil membuat punggungnya semakin jauh.

Dan ketika ia yakin tak ada seorang pun yang melihatnya di sekitar ia kemudian menari.
(Tapi aku melihat semuanya)

Senin, 01 Desember 2014

Tentang Desember

Desember yang malang hanya mengagumimu dari jauh saat kamu mulai berjalan mendekatinya.
Lalu ketika November sudah hampir habis Desember akan mempersilakanmu untuk masuk ke dalam rumahnya, mencicipi kue yang sudah disiapkannya sejak awal tahun dan membiarkanmu tertidur sampai Januari tiba.

Desember yang baik tidak akan membangunkanmu walau ia sudah menghabiskan seminggu belakangan mencari resep cheesecake yang kamu sukai. Ia hanya akan berharap kamu terbangun dengan aroma ketika cheesecake baru keluar dari panggangan.

Atau jika kamu benar-benar tidak akan terbangun, ia akan menghabiskan waktu memperhatikan wajahmu ketika tertidur, menyeduh teh hijau lalu memikirkan apa yang harus dilakukannya tahun depan ketika kamu kembali lagi.

Desember tidak akan pernah memarahimu. Tidak seperti ibu-ibumu.
Desember tidak akan membangunkanmu untuk sarapan ketika kamu sedang pulas tertidur. Tidak seperti nenek-nenekmu.
Desember tidak akan mengetuk kamarmu siang-siabg dan menyuruhmu membersihkan halaman rumahmu. Tidak seperti ayah-ayahmu.

Desember seperti matahari. Ia hanya membiarkanmu begitu saja walau kadang mungkin membahagiakan baginya jika kamu sesekali terbangun ketika ia baru muncul