Tak ada yang mengunyahmu. Maka aku sempat bertanya-tanya apakah diantara kedua telapak kakiku akan tetap tersembunyi tanduk-tanduk milikmu
pun juga anakmu. Kamu bersumpah tak akan menarik darahnya. Aku percaya. Namun aku tetap berandai-andai apa yang terjadi pada anak-anak yang bukan anakmu?
Apa pula yang terjadi pada jemarimu. Pada tanganmu. Pada iris dan kelopak matamu. Kau biarkan ia menggembung sementara kamu mengisakkan tangis panjang dari bola mata.
(Yang kelak kamu sungguh percaya saat tangisanmu masih berlanjut sedang air matamu surut dan sedihmu tak pula larut, hanya ada darah segar yang mengalir menggantikannya)
Tentu saja itu menurutku. Aku tak tahu tentang ceritamu. Namun bagaimana sempat kamu menjelaskan sementara jubahmu selalu melayang diantara langit malam?
psst psst, aku dulu juga terbiasa pake "pun juga" rasa-rasanya passs bgt, tapi kemaren sempat tertohok saat di skripsi aku nulis pun juga, dosbingku bilang pun itu sama dengan juga, jadi jangan dobel hihihihi
BalasHapus