Senin, 16 September 2013

Selamat datang di kepalanya

Selamat datang di kepalamu, bukankah kamu asing disini?
Beberapa hal serupa pikiranmu masih saja suka berlari liar, jadi kamu tak tahu harus apa. Aku mengerti.

Kamu bisa saja menuang teh dan menggigit biskuit. Tapi kamu tak tahu harus kau apakan lagi ragu.
Lalu kau mulai mengaduk sagu tapi sebenarnya kamu yakin betul bahwa jam 7 malam adalah waktu paling tepat untuk pulang ke rumah.

Lalu apalagi yang bisa dilakukan jika memang kendara sudah tiada. Kamu berjanji, benar kamu berjanji. Omong kosong sebenarnya jika kamu masih membiarkannya menunggu.

Tepat saat meihatmu bencinya musnah dan membuatnya yakin benci padamu tak pernah ada. Andai kamu sempat dengar doa-doanya yang selalu diselipkannya setiap malam.

Dalam hatinya tentu saja ia tak pernah tahu apa lagi isi kepalanya. Tapi ia ingin kepalanya mengganti hatimu hingga tak ada yang perlu dipikirkannya selain menghidupimu dengan pikirannya.

Karena bukankah rindunya padamu adalah rindu yang indah?
Tak perlu ada yang dibuat-buat, sayang kamu harus pulang semalam.
Tak sempatkamu saksikan hujan yang diciptakannya semalam. Tapi ia sempat bersyukur kamu menikmati pelangi yang tergelincir dari bola matanya.

Dan dari setiap bibirnya keluar kata-kata serupa mantra. Dan dari kupingnya keluar cahaya beraroma badai. Jadi ia mau tak mau berandai-andai pula kenapa kamu enggan duduk sekedar sebentar bersamanya disini.

Yakin benar ia tak bisa menjajikanmu selendang sutra. Pikirnya cintanya sudah menyelubungimu penuh dan tak perlu lagi hadir diantara mereka.

Bukankah cintanya sudah membakar sedemikan rupa?

Lalu seperti puisi yang baik maka puisi ini harus berhenti. Namun apabila sempat mungkin akan indah jika ia dan terutama kamu mengerti makna dibalik kata-kata ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar