Jumat, 23 Juli 2010
Cinta tengah mesiu
Baiklah, kau asah pisau dan kurasa itu yang kau sinonimkan dengan rindu
Sedang aku menggerek-gerek kasar batang-batang bambu,
Kita lupakan sejenak dentuman mesiu, teriakan-teriakan liar membakar
Oh ya, dan darah yang barusan berhenti mengalir walau sekejap
Mestinya kita tidak seperti ini, mana mungkin kita cukup bodoh untuk memilih berperang?
Tapi aku bukan pecundang, dan kau pasti malu memiliki kekasih seorang pecundang
Kalau aku? Yah, aku lebih bersedih lagi jika tidak memiliki kekasih
Namun kurasa kau lebih malu memiliki kekasih pecundang, ya kan kekasihku?
Dan selanjutnya seperti itu, sederhana
Kau asah pisau itu, kau berpikir sedemikian rupa ia bukan lagi rindu
Dan batang-batang bambu itu? Ah ia sudah bertunas
Buahnya bernama cinta, sayang ia terburu-buru dipangkas untuk dijadikan senjata
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar