Jumat, 25 September 2009

Mari sejenak kita berpikir (tidak?) seperti penjahat

Ya, aku tahu aku akan mati. Bahkan para begundal yang paling rusak sekalipun tidak akan mengingkari kalau ia akan mati pada akhirnya. Tapi apa lantas aku berharap untuk mati? Tidak. Apa aku kemudian menghindari kematian? Tidak. Menunggu? Tidak. Pasrah? Tidak. Menjemput? Tidak. Mati ya mati, tak usah di apa-apa kan. Yang membunuh pada akhirnya bukan peluru, belati atau yang lain. Yang membunuh selalu perasaan. Ya, perasaan. Sederhana. Entah pikiranmu, entah pikiran orang lain yang membunuh. Kalau kamu hidup tapi dianggap mati oleh semua orang, apa masih berguna sisa hembusan nafasmu? Dan kalau memang kita telah mati tapi orang menganggap kita masih hidup, apa ada yang berkeberatan?
Aku tahu Tuhan itu Maha Besar dan aku tahu Ia punya kuasa untuk menerima semua doaku. Lalu kau berpikir apakah aku akan berdoa untuk masuk ke surga? Tidak. Apa aku berdoa agar aku dijauhi dari neraka? Tidak juga. Aku malu berdoa semacam itu sedangkan dosaku membabi buta. Jika aku memang harus berdoa, doa yang aku panjatkan ialah agar neraka tidak terlalu panas. Sederhana kan? Setidak-tidaknya dengan itu aku mengakui dosa-dosaku dan aku mengakui keberadaan Tuhan dengan caraku sendiri

2 komentar: